Selasa, 13 Januari 2009

DILEMA EDUKASI

Di jaman serba instan sekarang ini muncul berbagai macam dilema dalam kehidupan. Salah satunya adalah dilema dalam pendidikan. Pendidikan itu berlangsung seumur hidup atau sepanjang hayat. Selama hayat masih di kandung badan, pendidikan masih terus berjalan. Artinya pendidikan bagi masing-masing manusia itu berlangsung mulai dalam kandungan sampai liang lahat (meninggal dunia). Kita tidak dapat membuat proses pendidikan itu INSTAN. Hasil dari proses pendidikan (proses pembelajaran)itu dapat terwujud dari akumulasi pengetahuan, ilmu, dan rasa sejak lahir sampai mati. Jadi hasil proses pendidikan dan pembelajaran jangan dilihat dengan kacamata Instan. Apalagi yang menyangkut masalah afektif (sikap).
Bagaimana dengan hasil dari proses pembelajaran di Sekolah?
Muncul dilema dalam proses pembelajaran di sekolah.
1. Dilema yang pertama antara kualitas dan kuantitas. Secara kuantitas, siswa di sekolah jumlahnya sangat banyak atau sangat besar mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Namun secara kualitas masih perlu dipertanyakan. Artinya secara keseluruhan kualitas pendidikan dan pembelajaran masih rendah, masih perlu ditingkatkan.
2. Dilema yang kedua antara Kurikulum dan Masyarakat. Kurikulum di sekolah seringkali ketinggalan dengan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Apalagi kalau dikaitkan dengan dunia kerja (dunia usaha) dan perkembangan teknologi. Kurikulum di sekolah terkadang kurang relevan dengan tuntutan masyarakat. Hal ini terjadi karena kurikulum di sekolah kita masih menganut mata pelajaran terpisah (Separate Subject Curriculum). Misalnya di SD ada 12 mata pelajaran, di SMP ada 15 mata pelajaran, di SMA ada 17 mata pelajaran, di perguruan tinggi ada 60 mata kuliah. Dengan masih terpisahnya mata pelajaran-mata pelajaran tersebut, sulit bagi siswa untuk membentuk kesatuan atau keterpaduan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap mata pelajaran, sehingga ilmu pengetahuan yang diperoleh siswa juga masih terpisah-pisah.
3. Dilema yang ketiga adalah antara Guru dan Ilmu. Guru-guru di sekolah sebagian besar bekerja berdasarkan rutinitas dengan berbagai macam keterbatasan. Profesionalitas masih perlu dipertanyakan. Dengan program sertifikasi juga masih perlu dievaluasi. Guru yang sudah lulus sertifikasi kinerjanya masih sama dengan sebelum sertifikasi. Sepertinya tidak ada dampak yang signifikan program sertifikasi terhadap peningkatan profesionalitas guru. Sebagian besar guru masih Gaptek (gagap teknologi), bahkan banyak guru yang kalah maju dengan siswanya. Ilmu yang dimiliki di masa lalu masih saja diterapkan di masa sekarang, yang seringkali sudah usang dan kurang relevan lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Dilema yang keempat adalah antara Tuntutan kualitas dan Tersedianya Dana (Sarana prasarana pembelajaran). Untuk memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pembelajaran dibutuhkan dana, sarana dan prasarana pembelajaran yang cukup memadai. Kondisi di sekolah kita saat ini masih jauh dari harapan. Perpustakaan yang lengkap belum ada, media pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran tidak/kurang lengkap, mau memanfaatkan nara sumber dari luar sekolah tidak punya dana, mau melaksanakan outbond (pembelajaran di luar kelas) tidak ada sarana, mau praktikum tidak ada bahan dan alat, dan masih banyak lagi keterbatasan yang ada. Dengan kondisi yang demikian sulit kiranya untuk memacu peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, sehingga perlu penanganan yang lebih serius dari semua fihak yang terkait.
5. Dilema yang kelima adalah Peran serta masyarakat. Dengan adanya Dana BOS, peran serta masyarakat dalam pembelajaran kurang. Masyarakat menganggap Dana BOS sudah cukup untuk membiayai semua operasional sekolah. Pada hal dengan dana yang tersedia sejumlah itu, sekolah kurang mampu mengembangkan diri apalagi meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk itu marilah kita galang kembali kebersamaan antara sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan pada umumnya.
Tiada maksud untuk saling menyudutkan satu sama lain, ungkapan ini sebatas media untuk mengurai dilema-dilema yang terjadi. Dengan pengharapan munculnya solusi yang terbaik dalam menangani permasalahan demi peningkatan mutu pendidikan.
Semoga membawa manfaat. amin

haryonohadisp.

0 komentar:

Posting Komentar